Dinamika dan Eksistensi Pancasila Sebagai Ideologi Negara Indonesia
Nilai-nilai Pancasila kini telah tergerus oleh globalisasi yang selalu
membawa karakter individualistik dan liberal. Bangsa Indonesia tidak lagi mampu
menjadikan Pancasila se- bagai benteng untuk menahan arus globali-sasi yang
membawa dampak kehidupan yang sejatinya bertentangan dengan Pancasila.
Persoalan-persoalan bangsa yang tidak pernah kunjung selesai adalah bentuk
lunturnya Pancasila dari jiwa bangsa Indonesia. Semua persoalan itu sejatinya
adalah persoalan yang hanya membutuhkan satu solusi saja, yaitu sebuah karakter
sebagai identitas bangsa Indonesia. Sebuah karakater yang mampu menghantarkan
bangsa ini ke depan gerbang kesejahteraan, dan karakater itu bernama
Pancasilais.
Bangsa yang terlalu sibuk memikirkan bagaimana nilai ekspor meningkat,
cadangan devisa bertambah, eksploitasi
sumber daya alam, dan bagaimana mekanisme memperoleh dan mempertahankan
kekuasaan. Akan tetapi, tidak pernah lagi berpikir untuk bagaimana membumikan Pancasila
di hati anak bangsa, sehingga anak bangsa bisa tumbuh sebagai pemegang tongkat
estafet seorang Pancasilais. Perhatian bangsa Indonesia ter- sita oleh
persoalan-persoalan teknis yang sejatinya bisa diselesaikan secara mudah asal
bangsa Indonesia mempunyai pendirian. Pancasila kini hanya dijadikan sebagai
bacaan wajib dalam setiap upacara, bacaan dan hafal- an wajib dalam setiap
jenjang pendidikan, tetapi tidak pernah mewajibkan menerapkan nilai-nilainya.
Generasi bangsa telah mulai melupakan urgensi Pancasila dan lebih
tertarik dengan kehidupan gaya
barat yang hedonis dan individualistik,
tidak memikirkan jiwa keadilan sosial dan kesejahteraan sosial yang menjadi
salah satu nilai Pancasila. Korupsi, kolusi, dan nepotisme kini telah menjadi
kebisaaan. Banyak hal-hal yang dulunya tabu kini telah menjadi suatu hal yang
bisaa, karena tidak lagi mau mengkaji dan mengimplementasikan nilai- nilai
Pancasila. Eksistensi Pancasila sebagai Pandangan Hidup yang bernilai filosofis
dan sosiologis kini menjadi hal perlu untuk menjadi kajian generasi bangsa.
Berita
terbaru yang dilansir oleh Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau
Jokowi bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla akan melantik Pengarah dan Kepala
Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP), di Istana Negara,
Rabu (7/6/2017). Mereka yang akan
dilantik Jokowi adalah Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri, Wakil Presiden
ke-6 Try Sutrisno, mantan Ketua Umum Muhammadiyah Syafii Ma'arif dan Rais Am
Syuriah PBNU dan Ketua MUI KH Ma'ruf Amin.
Kemudian
ada pula mantan Ketua Hakim MK Mahfud MD, pemikir dan tokoh Kristen Pdt AA
Yewangoe, Mayjen (Purn) Wisnu Bawa Tenaya, serta Chairman Garuda Food Sudhamek
AWS.
"Keputusan
Presiden Joko Widodo untuk membentuk UKP PIP adalah keputusan yang tepat dan
sudah lama dinanti-nanti oleh bangsa Indonesia yang galau karena sejak era
reformasi tahun 1998 lalu, pemerintahan
RI telah kehilangan arah dan orientasi dalam strategi sosialiasi dan pemantapan
ideologi Pancasila kepada rakyatnya," ucap Basarah kepada Liputan6.com. Menurut
dia, euforia politik pada awal reformasi untuk menjatukan rezim otoriter Orde
Baru telah salah sasaran, dengan menjadikan Pancasila sebagai kambing hitam
yang dianggap menjadi penyebab langgengnya kekuasaan jenderal Soeharto selama
32 tahun. "Padahal, sejatinya
Pancasila itu adalah ideologi milik bangsa Indonesia, bukan milik suatu rezim
tertentu saja," kata Basarah.
Dia
menuturkan, pengkambinghitaman Pancasila tersebut, membuat Tap MPR No II Tahun
1978 tentang P4 dicabut. Lalu lembaga yang bertugas melakukan sosialisasi dan
pemantapan ideologi bangsa, dalam hal ini BP7 juga dibubarkan, serta disusul
dengan penghapusan mata pelajaran Pancasila dari mata pelajaran pokok di
sekolah dan perguruan tinggi.
Nasi
telah menjadi bubur, sesuatu yang telah terjadi janganlah diungkit kembali
hanya akan memperkeruh proses penanaman kembali nilai-nilai pancasila.
Inisiatif yang berasa dari bapak presiden kita merupakan hal yang patut kita
apresiasi, karena memang telah banyak orang-orang yang anti akan Pancasila,
karena kurang memahami pancasiala secara menyeluruh. Pemahaman akan Pancasila
yang hanya kulitnya saja akan membuat seseorang tidak tau kemana arah dan
tujuan dari Pancasila Itu sendiri. Selama ini Pancasila hanya dijadikan kambing
hitam oleh sebgaian orang, dengan mengatakan bahwa Pancasila hanya memperkeruh
keadaan banngsa bukan mempersatukan perbedaan yang ada, inilah
pemahaman-pemahaman yang salah dalam presepsi bangsa Indonesaia yang sedari
dulu telah mengakui akan Pancasila sebagai dasar negara, pandangan hidup bangsa
dan ideologi bangsa.
Dengan
akan dilantiknya Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP)
oleh Presiden Jokowi Dodo, seharusnya memberikan perhatian bagi seluruh lapisan
masyarakat untuk lebih partisipasi aktif dalam segala hal yang menyangkut
keutuhan dan kemajuan dari bangsa Indonesia. Penumbuhan
kembali Pancasila agar tetap menjadi kajian generasi muda harus diperluas baik itu dikalangan intektual
sampai pada masyarakat biasa. Khususnya Mahasiswa, salah
satunya dapat dimulai dari
pendidikan yang ada di Indonesia, misalnya dari pendidikan
Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas atau bahkan hingga ke Perguruan
Tinggi. Hal ini dikarenakan,
Pancasila memiliki kaitan erat dengan pendidikan pada
umumnya, dan secara khusus pada Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan PPKn.
Pancasila terintegrasi dengan PPKn, maka sebaiknya mata pelajaran tersebut
dikemas dengan semenarik mungkin, agar generasi bangsa khususnya Mahasiswa,
dapat belajar secara santai tetapi faham terhadap materi yang disampaikan.
Salah satu cara yaitu, merubah metode pembelajaran yang cenderung monoton. Pada
konteks pem- bangunan visi kenegaraan dan kebangsaan Indonesia yang dilakukan
melalui Pendidikan Kewarganegaraan. Pancasila secara umum di- nyatakan sebagai
tujuan akhir terwujudnya konsepsi kewarganegaraan Indonesia yang ideal.
Seperti yang dinyatakan oleh (Narmoatmojo 2009:3) bahwa, Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warganegara
yang me- mahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi
warganegara Indonesia yang cerdas, terampil dan ber- karakter yang diamanatkan
oleh Pancasila dan UUD 1945. Dengan demikian, penumbuhan kembali Pancasila
sebagai Pandangan Hidup dan Ideologi Negara yang tersemayam dalam jiwa manusia
Indonesia adalah hal yang men desak dan
perso alan utam a ban gsa Indonesia. Jika tidak ingin Pancasila hanya
bernilai semantik belaka, dan hanya menjadi slogan-slogan di setiap upacara.
Sehingga pada akhirnya, Pancasila hanya akan menjadi bangsa yang pengekor bukan
pelopor di tengah globalisasi yang terus mewarnai dunia.
Mahasiswa adalah salah satu elemen generasi muda, meskipun untuk
sekarang ini tidak lagi sebagai elit yang amat eksklusif dibanding pada masa
kebangkitan nasional dahulu. Akan tetapi kelompok ini, masih tetap memiliki
posisi strategis dan prospektif. Paling tidak ada dua faktor yang dimiliki
Mahasiswa untuk bisa memainkan peranan di dalam menyongsong masa depan.
Pertama, Mahasiswa adalah aset masa depan bangsa, karena Mahasiswalah yang
paling mempunyai peluang untuk menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal
ini disebabkan karena, kedua- duanya menjadi alat penyelesai utama bagi
tantangan kehidupan berbangsa masa kini dan di masa yang akan datang. Kedua,
Mahasiswa adalah kelompok strategis yang memiliki peluang untuk mengembangkan
idealismenya. Hanya dengan idealisme yang berkembang pada diri Mahasiswa, jiwa
dan semangat nasionalisme itu bisa tumbuh dengan subur. Hal ini dikarenakan, faham
kebangsaan pada hakikatnya adalah faham yang menyadarkan kepada upaya untuk
membangun solidaritas bersama, memikirkan dan memenuhi kebutuhan bersama serta
rela mengorbankan kepentingan sendiri.
Daftar Pustaka
Hidayatillah, Yetti. 2014. Urgensi Eksistensi Pancasila Di Era Globasilasi. Jurnal Pelopor Pendidikan.
Volume 6, Nomor 2.
Comments
Post a Comment